Monday, January 15, 2024

15.01.2024 : Mampus Aku

Lamunan mengantarkanku ke rumah seorang penyair, Sapardi namanya. Beliau duduk di beranda sambil menulis sesuatu. Saku bajunya belepotan oleh cairan berwarna oranye. Senja yang luntur. Senja orang-orang Jakarta. “Kenapa warna senja itu jingga?” tanyaku. Beliau menjawab “Karna kalau biru dikira partai anu”.  Ah, bisa melucu juga beliau.

Aku tidak datang dengan tangan kosong. Kutenteng bingkisan sebagai tanda terima kasih karna sajak-sajaknya telah berhasil membuatku sinting di dalam dunia kata-kata. Diterimanya bingkisanku dengan senyuman kemudian beliau memberikan secarik kertas di tangannya. Di situ tertulis, “Yang fana adalah waktu. Kita abadi.”

“Apa itu Abadi?”
“Apa Abadi berkaitan dengan cinta?”
“Tidak ada yang Abadi di muka bumi ini”
“Bahkan makna kata Abadi itu sendiri perlu dicurigai,” Ujarku tidak setuju

Aku bergegas pulang karna kecewa dengan Sapardi, menjelang tiba di rumah aku buka kembali kertas pemberian beliau. Di baliknya kutemukan gambar Chairil merokok dengan mata disipit-sipitkan. Gayanya seperti dibuat-buat, tapi keren juga. Di bawah wajah Chairil terdapat tulisan “Ah hatiku yang tak mau memberi, mampus kau di koyak-koyak sepi”.

Mampuslah

aku.

Tuesday, January 9, 2024

09.01.2023

Selamat ulang tahun, Aku

Aku kira 28 tahun cukup untuk memahami hidup

ternyata aku masih tidak tau apa-apa

Zolpidem yang berserakan di atas mejaku pun

tak membantu memberi kisi-kisi jawaban


Bahagia yang seperti apakah

yang aku lihat sebelum aku lahir hingga

aku yakin menjawab 77 kali untuk

tetap lahir ke dunia?